Workshop Penguatan Asistensi MPK dalam Rangka Penguatan Kompetensi dan Budaya Reigius Mahasiswa yang di selenggarakan oleh Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten sedikit menarik perhatian. Dihadiri oleh akademisi dan juga para dosen dan diselenggarakan di salah satu Ballroom hotel dengan standar protokol kesehatan pencegahan Covid-19, kegiatan ini mengusung penerapan nilai tradisi budaya lokal Banten khususnya pada setiap kegiatan kampus yang dikemas bukan dalam mata kuliah Kebantenan yang hanya sebagai muatan lokal, namun juga dapat diterapkan pada kegatan keseharian oleh Mahasiswa dan staf pengajar di lingkungan kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan berharap sebagai pola konservasi budaya leluhur kedepannya.
Datang mendampingi Prof. Dr. Syahidin, M.Si dari Universitas Pendidikan Indonesia seorang pelaku budaya daerah asal Selaawi Garut yakni K.H. Asep Ahmad Turgani mencuri perhatian dengan materi yang berbau filosofis kesundaan dengan kajian pendekatan berbasis budaya yang dipaparkan secara ringan dengan tajuk Budaya Ada Pada Mahasiswa. Sosok yang dikenal jenaka dengan kebiasaan dakwah yang cukup unik yakni mencampuradukan emosi audiens-nya antara kelakar dan haru-nya pesan moral yang sering beliau pertunjukkan dalam kegiatan NGABAJIDOR (Ngariung Bari Ngaji Jeung Nu Ngabodor) memiliki kekuatan khusus untuk penyampai pesan secara ringan untuk dipahami.
Menjabarkan penyederhanaan makna dari Tri Tangtu dan juga Wiraga, Wirasa, Wirama sebagai pola dasar kehidupan masyarakat Sunda yang saat ini sudah mulai dilupakan banyak orang di depan para dosen dan pengajar Ceuceu Asep Santanna, begitu akrab sapaannya, Beliau mengajak untuk menerapkan sifat dasar ketimuran untuk mendidik dengan pola Ngahiap, Ngabebetah, Ngelmuan untuk menciptakan karakter didik yang berkompeten menjadi bekal saat paca perkuliahan nantinya. Tak hanya itu, pola kompetisi dikikis menjadi kolaborasi sebagaimana citra dari masyarakat ketimuran pada umumnya yang lambat laun sudah pudar.
Pola pendekatan antara praktisi dan akademisi menjadikan suatu pola pedekatan baru bila dikemas secara formal dan akademis. Interaksi antara audiens dan juga narasumber berjalan hangat dengan berbagai sesi pertanyaan. Salah satu penanya dari dosen Univesitas Sultan Ageng Tirtayasa mengaku banyak sisi filosofis dari praktisi kebudayaan dan tugas para akademisi dan pengajar untuk mengemas sisi filosofis tersebut menjadikan sebuah metode pengajaran baru untuk generasi penerus.
Ke depannya, dengan inisiasi kegiatan tersebut dan gagasan baik tentang pengenalan ulang nilai budaya dan filosofis leluhur beserta pengembangannya dari bidang akademis harapan akan generasi maju secara intelektual dan juga berbudaya bukanlah lagi menjadi harapan yang sia-sia pada generasi mendatang khususnya di wilayah Banten itu sendiri maupun tertular ke segala penjuru negeri.